Thursday, November 20, 2008

PIM

Icon jam di komputer baru menunjukkan pukul satu lewat, tapi gw udh beranjak untuk solat zuhur. Biasanya sie jadwal solat zuhur jam 2, tapi berhubung sekalian nyuci sendok yang abis dipake makan untuk digunakan lagi minum obat siang, maka jadwalnya pun berubah. Maklulmlah sendok-nya cuma punya satu, eh dua deh .. :P, Yang satu sendok plastik dapat dari makan katering kemarin lengkap dengan garpunya. Dan yang satu bawa dari rumah, biasanya dipake untuk makan siang. Dikantor gw, sendok dan garpu itu termasuk barang langka, karena jumlah sendok dan garpu jauh lebih sedikit daripada jumlah karyawan yang ada. Dan karena kelangkaan itu, banyak yang ngumpetin sendok dan garpu dilacinya masing-masing, maka makin punahlah sendok dan garpu di pantry. Hmm.., bisa masuk jurnal barang-barang langka ga ya ?.. :)

Tapi bukan itu yang penting, sehabis mengambil air wudhu di rest room, gw langsung ambil posisi di pojok. Gw emang paling senang di pojok, jadi ga terganggu sama yang lain, lebih privacy rasanya.., taelaaa.... Lagi konsen-konsennya sholat, terdengar suara yang cukup keras dari Rusli. “Pak, maaf ya ga bisa datang kemarin. Lancar Pak ?”, “Alhamdulillah lancar” kata Pak Buang. “Hujan ga Pak?”, “Alhamdulillah hujan juga” ujar Pak Buang sambil tertawa. Entah menertawakan hujan atau kejadian lucu yang dialami sewaktu hujan itu. “Tinggal dimana Pak sekarang?” tanya Rusli lagi. “Kadang dua hari dirumah, kadang dirumah mertua”. Hmm, gw baru inget undangan yang ada di meja Mas Saprudin beberapa hari yang lalu, mengenai pernikahan anaknya Pak Buang. Oh itu toh yang lagi dibicarakan mereka. “Pak sekedar mau sharing aja nie, klo tinggal di rumah mertua terus kalo lagi ada masalah bagaimana ya?”, “Wah, selama ini sie belum pernah denger ada masalah, tapi ya pengalaman saya dulu, saya kan pernah tinggal satu tahun dirumah mertua, biasanya istri dan orang tuanya saja. Kalo saya kan berangkat gelap pulang gelap, jadi ya jarang dirumah. Lain persoalannya kalo menganggur, kan seharian dirumah, mungkin aja ada masalah. Tapi biasanya memang kalau wanita lebih susah klopnya dengan keluarga suami. Kalo dirumah sendiri-kan, kalo sudah cape bisa langsung istirahat, kalo dirumah orang mana bisa?.” ujar Pak Buang panjang kali lebar. Wah topik ini mengusik konsentrasi solat, maaf ya Allah :). “Dulu juga sempet pengen ngontrak sendiri, tapi kata mertua buat apa, wong disini juga ada tempat kok” urainya lagi “Tapi kalo seandainya ada, paling saya bilangin ke anak saya itu”. “Jadi ikut lobang donk?” canda Rusli sambil tertawa. Wah Rusli, lo' bisa kena UU pornografi.., Eh' ga segitunya kali :P

Bukan masalah sendok dan garpu atau UU pornografi yang menarik, tapi tempat tinggal yang akan ditempati setelah menikah itu yang menarik buatku. Pondok Indah Mertua (PIM) bukan Pondok Indah Mall loh... Gw sama sekali tidak tertarik dengan istilah itu. Pengalaman dari teman gw SMU “Z” pada awal-awal pernikahannya yang harus menyetel weker setiap hari agar bangun lebih pagi dari orang yang punya rumah dan tidur paling akhir atau paling tidak berbarengan dengan si empunya rumah. Belum kebiasaan lain yang harus dikontrol demi tidak diomongin sama mertua atau tidak dicap menantu yang tidak tahu diri oleh mertua. Lain lagi cerita dari teman kantor “V” yang “ribut” sama mertuanya karena merasa lebih tahu cara mengatur anaknya daripada istrinya sendiri. “V” yang mandiri, akhirnya meninggalkan rumahnya yang mewah dibilangan Timur Jakarta (walau rumah itu bukan rumah mertua, tapi berhadapan dengan rumah mertua, sehingga bisa dikontrol setiap hari), dan membeli rumah baru di kawasan Elit di kota pinggiran Jakarta. Banyak lagi cerita-cerita tidak enak yang gw denger, walau sebenarnya tidak 100% tinggal dirumah mertua itu tidak enak. Pasti ada hal-hal menyenangkan lainnya yang bisa terjadi.

Tapi tetap gw ga berusaha untuk menghindari hal-hal tidak enak yang mungkin saja bisa terjadi (suatu hari jika gw menikah nanti). Itulah yang bikin gw tetap ngotot harus punya rumah sebelum menikah nanti. Ya minimal kredit rumah-lah, pokoknya tidak harus tinggal dirumah mertua. Dan kalo bisa tidak ngontrak juga. Maklumlah pengalaman orang tua gw yang selama ini ngontrak dan baru punya rumah sendiri waktu gw SD kelas lima, menurut gw tidak begitu menyenangkan. Tidak merenovasi rumah sebebasnya karena rumah itu statusnya kontrak. Paling hanya memperbaiki bagian-bagian yang rusak saja dengan tidak merubah fungsi dan pondasi awal rumah. Lagi pula menurut gw daripada ngontrak, mending kredit rumah, toh itung-itungannya tidak beda jauh dengan ngontrak, cuma bedanya harus bayar DP aja. Ini juga salah satu faktor penyemangat gw buat nabung, selain biaya untuk nikah juga minimal ada DP untuk beli rumah. Pernah ada temen yang bertanya “Lo kan cewek, ngapain ribet-ribet mikirin rumah?” Menurut gw, gw ga mau bergantung sama orang lain, Ya kalo dapat suami yang tajir, kalo nggak ?”. Paling tidak cukup-lah untuk memenuhi keinginan-keinginan diri gw sendiri :).

Wednesday, 121008


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger