Friday, May 28, 2010

RIP Dr Hasri Ainun Besari Habibie

Ainun Habibie
Akhir Mei ini di tutup oleh berita duka cita atas meninggalnya mantan Ibu negara Ainun Habibie. Kisah cinta Habibie-Ainun menjadi topik hangat di dunia nyata dan maya. Menjadi impian semua pasangan, untuk memiliki cinta yang abadi seperti mereka. Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.
http://nasional.kompas.com/read/2010/05/25/08504368/Mengenang.Ibu.Ainun.Habibie
Mengenang Ibu Ainun Habibie

Oleh Wardiman Djojonegoro *

KOMPAS.com — Pada tahun 1963, beberapa mahasiswa Universitas Aachen menunggu di Bandara Dusseldorf, menanti kedatangan seniornya, BJ Habibie, yang membawa pasangannya yang baru.

Begitu diperkenalkan, kesan pertama kami adalah alangkah serasinya kedua sejoli ini dari segi penampilan, Habibie tidak tinggi dan Dr Hasri Ainun Besari Habibie (Ainun) tidak lebih tinggi dari suaminya.

Ia murah senyum, terlihat anggun dan menyerahkan semua percakapan kepada suaminya. Kami, anak mahasiswa Aachen, memang sudah terbiasa dengan sifat Rudy—panggilan Habibie—yang ramai, tetapi ramah. Kesan lain yang kami dapati adalah, Ainun seorang tokoh yang tidak ingin menonjol dan sengaja berada di garis belakang, tetapi bukan berarti tidak berbobot.

Mendukung dari belakang
Dalam sejarah perkenalan saya dengan keluarga ini, kesan pertama itu diperkuat lagi oleh kuatnya pendirian Ainun dalam mendukung suaminya dari belakang. Ia sangat memahami tugas-tugas suaminya dan bagaimana dengan setia mendampingi dan mendukung suaminya. Ke mana pun sang suami pergi, beliau dengan setia dan sabar mendampinginya, tidak saja secara fisik, tetapi juga dengan kata-kata dan nasihat yang bermakna.

Misalnya, sewaktu Sidang MPR tahun 1999, kata-kata kasar dari anggota DPR tetap diterima dengan anggun dan, di rumah, Ainun membantu Rudy mengatasi kecaman-kecaman yang diucapkan tidak pantas itu. Banyak dari kami yang mengatakan bahwa Ainun adalah contoh istri yang ideal, tidak menonjol tetapi menjadi satu kesatuan dengan suaminya karena selalu mendukungnya dari belakang.

Seorang sosok yang cantik, anggun, pintar, tetapi pandai menempatkan diri dalam pergaulan sehari-hari dan perjalanan karier di samping suaminya. Apalagi sang suami adalah seorang yang dinamis dan penuh dengan energi.

Dalam berbagai kesempatan, Rudy menyatakan di depan umum betapa Ainun menjadi penopang dan pendorong dalam hidup dan aktivitasnya. Betul pula pepatah yang menyatakan bahwa "di balik seorang laki laki yang sukses bisa didapati wanita yang telah mendukungnya".


Pada masa awal pacaran mereka, setelah Ainun menerima lamaran Rudy, Rudy secara reguler mengantar Ainun pergi bekerja ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, tempat Ainun bekerja di bagian anak-anak. Biasanya, Rudy menjemput Ainun memakai becak, sesudah itu mereka berjalan meninggalkan kompleks RSCM.

Mereka mengalami masa pacaran yang singkat, tetapi cukup mengesankan. Mereka berpacaran di atas becak malam hari dengan jok tertutup kendati saat itu tidak sedang hujan.

Pernah pula ketika sedang pacaran mereka ketemu dengan rombongan teman-teman Ainun dari Fakultas Kedokteran. Salah seorang bertanya, "Siapa sih nama tunanganmu Ainun?" Seorang lagi memotong, "Namanya Bacharuddin Jusuf Habibie. Orang Arab lagi." Ainun tersenyum lalu berkata, "Ini orang Arab-nya," sambil menunjuk Rudy yang berada di sebelahnya. Teman-teman Ainun kaget, Rudy hanya senyum-senyum.

Selalu mengingatkan
Mereka menikah 12 Mei 1962 dan Ilham—putra mereka pertama—lahir pada 1963 di Jerman karena, setelah menikah, Ainun langsung di boyong ke Jerman. Di situ mereka hidup dalam rumah tangga anak muda, berpahit-pahit karena penghasilan Rudy sebagai mahasiswa tingkat doktoral masih sangat kecil, pemasukan harus pula disisihkan sebagian untuk ditabung.

Masa itulah masa berat mereka di awal-awal pernikahan. Ketika saya harus ke Holland (Belanda dengan Aachen sangat dekat), Rudy menitipkan kepada saya untuk membelikan kereta dorong bayi karena harga di Belanda lebih murah.

Ainun sangat mencintai dan selalu memberikan perhatian besar kepada suaminya. Ketika masih menjadi Menristek/Ketua BPPT, Rudy sering pulang terlambat dari kantor, biasanya bisa lewat dari pukul 22.00. Jika sudah terlambat seperti itu, Ainun menelepon langsung dari rumah mengingatkan agar Rudy segera pulang karena harus menjaga kesehatan. Rudy biasanya minta kepada sekretariat agar menjawab "Bapak sudah menuju lift", padahal sebenarnya ia masih duduk di kursi dan meneruskan pekerjaan, tidak langsung pulang.


Perhatian Ainun juga tertuju pada makanan Rudy sehari-hari. Ia selalu menjaga kalori yang pantas dalam asupan suaminya. Ia memberikan batasan-batasan makanan apa saja seharusnya yang dikonsumsi. Karena itu, Rudy sangat tertib dalam hal makanan jika Ainun ada di dekatnya. Namun, jika Ainun tak ada, saya lihat Rudy sering melanggar pantangan yang diberikan Ainun.

Hal lain yang menarik adalah soal waktu. Kita semua tahu jika Rudy memberikan sambutan dan berceramah biasanya selalu panjang melebihi batas waktu yang dijatahkan. Namun, jika Ainun hadir, almarhumah biasa memberikan isyarat agar segera berhenti dan Rudy dengan jujur menyampaikan kepada hadirin, ia akan segera menghentikan pidato dan ceramahnya karena sudah mendapat isyarat dari Ibu Ainun agar berhenti.

Suatu waktu, pada acara salat tarawih di kediaman beliau di Jalan Patra, Rudy diberi kesempatan menyampaikan sambutan kepada jemaah. Ternyata, sambutan Rudy berkepanjangan. Melihat jemaah sudah gelisah karena masih akan dilanjutkan acara tarawih, Ibu Ainun melalui salah seorang cucunya meminta supaya memberikan isyarat kepada "eyang kakungnya" agar mengakhiri sambutan.

Sang cucu memang menjalankan tugasnya dan tampil ke depan mengayunkan tangan seperti kalau sedang salat. Rudy mengerti isyarat itu dan mengakhiri sambutannya. Namun, ia tidak lupa berkomentar, "Itu pasti disuruh oleh Ibu Ainun." Jemaah pun tertawa.

Ainun penuh dengan energi dan tidak saja aktif sebagai ibu rumah tangga meski suaminya menteri dalam Kabinet Pembangunan. Ia aktif dengan berbagai kegiatan di bidang organisasi wanita: Dharma Wanita Pusat, Ria Pembangunan, dan banyak kegiatan sosial di bidang anak dan manula. Namun, beliau sangat religius dan pengajian secara teratur dilakukan di rumahnya.

Sewaktu menjadi Ibu Negara saya sangat terkagum-kagum bagaimana Ainun bisa mempunyai stamina dan membagi waktu untuk mengikuti setiap acara Presiden, baik di dalam maupun di luar kota. Menerima lebih banyak lagi tamu di luar kegiatan keluarga. Dan, di samping itu, ia masih dapat membagikan kepedulian dalam kegiatan sosial.


Sewaktu menjadi Ibu Negara saya sangat terkagum-kagum bagaimana Ainun bisa mempunyai stamina dan membagi waktu untuk mengikuti setiap acara Presiden
Setelah Rudy tidak lagi menjabat di pemerintahan, Ainun masih aktif dalam kegiatan sosial. Misalnya menjadi Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI), Wakil Ketua Dewan Pendiri Yayasan SDM Iptek, mendirikan Yayasan Orbit dengan cabang di seluruh Indonesia. Juga memprakarsai majalah teknologi anak anak Orbit. Semasa gejolak di Aceh pada tahun 2000-an, Ainun mengadakan beasiswa ORBIT khusus untuk siswa Aceh.

Ibu Ainun sudah tiada, meninggalkan kita dengan banyak kenangan yang manis dan berkesan. Meskipun tak banyak diekspos media, banyak tindakan beliau semasa hidup yang menjadi suri teladan bagi kita semua. Kasih sayang dan cinta tidak saja dibagi dengan suami, anak, dan keluarga, tetapi juga dengan masyarakat.

Bagi saya, Ainun betul-betul sosok ibu dari anak-anak negara dan seorang istri teladan.

*Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan VI, 1993-1998

Selengkapnya...

Sunday, May 2, 2010

Nganjuk Oh Nganjuk...

Nganjuk
Pertama kali dalam hidupku ke Nganjuk. Sebuah desa di timur pulau Jawa. Dalam rangka silahturahmi, akhirnya berangkatlah kami sekeluarga ke Nganjuk. Kami naik kereta kelas bisnis, Bangun Karta dari stasiun Senen. Saat subuh, kami baru tiba di Nganjuk.

Disana dijemput sama Mas Agus, kakak iparku. Wuahhhh, terasa banget suasana desanya. Sejuk bangett.. Disepanjang pintu keluar stasiun Kertosono, banyak tukang becak motor yang menawarkan jasanya. Kalo ga salah di Medan namanya Bentor. Becak motor itu adalah becak yang menggunakan motor. Di Nganjuk, motor dan sepeda adalah alat transportasi utama. Soalnya tidak angkutan umum disini, apalagi taxi. Hihihi..,kalo kayak aku yang ga bisa naik sepeda ataupun motor gimana ya?..., mana jarak antara satu tempat ke tempat lain berjauhan lagi.

Sepanjang perjalanan menuju "rumah", kami disuguhi pemandangan sawah di kiri dan kanan jalan. Ini benar-benar desa. Hehehe..,maklum biasanya liat sawah cuma di tv doank. Ternyata keluarga Mas Agus, sudah siap menyambut kami. Hihihi..,berasa tamu penting :P . Setelah istirahat, siangnya dilanjutkan acara utama. Keluarga besar dan para kerabatnya mulai berdatangan. Percakapan mereka pakai bahasa Jawa, bahasa yang cuma sepatah dua patah aku ngerti.

Pada saat acara berlangsung, kami dikenalkan kepada semua handai taulan. Pembawa acara kemudian bertanya, pakai bahasa jawa tentunya, "yang mana yang mempelai wanita, ayo tunjuk tangan". Berhubung kami ga ngerti, kami semua hanya senyum-senyum aja. Tetapi pandangan semua orang, seakan menanti jawaban. Untung kakaknya Mas Agus cukup memahami situasi, dan menjelaskan kalo kami ga ngerti bahasa jawa. Wkwkwkwk..., aku ga kebayang, betapa ga nyambungnya kami di acara itu. Untungnya "penderitaan" itu segera berakhir.

Nganjuk
Besoknya kami menyempatkan pergi ke sawah. Awalnya aku mengira, kita akan nyekar ke makam ayahnda Mas Agus, tetapi berhubung pagi itu mobilnya sedang tidak ada di rumah, maka kami diajak jalan-jalan ke sawah. Dan alhasil, aku salah kostum jadinya. Kami melewati pematang sawah dengan susah payah. Padahal para petani itu bisa berjalan dengan santainya, tetapi kami harus dengan penuh perjuangan sambil saling berpegangan tangan, karena takut jatuh ke sawah. Setelah berhasil ditengah sawah, kami foto-foto sejenak. Ihhhh norak banget deh pokoknya. Para petani itu juga banyak yang ngeliatin sambil berbicara bahasa Jawa. Wuahahaha..,mereka pasti ngira "turis dari mana ni, foto-foto di sawah"..,xixixi....

Setelah dari sawah, siangnya kami berkunjung ke beberapa keluarganya Mas Agus. Dan sorenya kami pulang lagi ke Jakarta dengan kerinduan yang amat sangat pada bantal dan guling di kamar. Perjalanan ke Nganjuk teramat sangat berkesan :)
Selengkapnya...

Jimbaran oiiii...

Jimbaran Selengkapnya...


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger